Tuesday, January 29, 2008

Memahami Lingkungan

Ada kalimat yang sangat menarik dari sebuah buku lama yang terlupakan.[1]
“Satu kapal berlayar ke timur dan yang lain ke barat dengan tiupan angin yang sama. Susunan layarlah yang menunjukkan pada mereka arah perjalanan, bukan embusan angin.”

Kalimat ini seperti mengingatkan kita semua untuk kembali memaknai diri sendiri. Bukan lingkungan yang menyebabkan tujuan hidup tercapai, tetapi bagaimana kita mengatur diri sendiri. Anda tidak bisa menyalahkan boss, ketika tidak diberi peluang untuk memimpin suatu proyek prestisius. Anda tidak bisa menyalahkan orang tua atau sekolahan anda, ketika gagal untuk mengikuti ujian. Anda tidak bisa menyalahkan guru agama ketika menyadari diri anda semakin jauh dari jalan kebenaran.

Angin yang berhembus, di luar kendali anda, jadi jangan minta angin untuk bertiup ke barat, karena anda ingin berlayar ke barat. Ubahlah posisi layar anda. Setidaknya, sadarkan diri anda bahwa mungkin sasaran untuk berlayar ke barat terlalu berat. Orang Jawa mengatakan “iso rumongso”, bukan “rumongso iso”. Artinya bisa merasa, bukan merasa bisa. Bila angin tidak mendukung rencana perjalanan, cobalah untuk berputar, mengubah haluan, dan mengatur ulang posisi. Hanya orang yang tak pernah berpikir yang meminta arah angin untuk berubah.

Kinerja Anda luar biasa cemerlang. Target penjualan tercapai. Tidak ada tunggakan pembayaran yang tak tertagih. Tapi, promosi untuk area manager yang Anda yakini hanya masalah waktu, ternyata jatuh ke rekan lain. Anda frustrasi? Pasti. Tapi jangan salahkan boss Anda. Pasti ada alasan mengapa bukan Anda yang dipilih. Mungkin ada pertimbangan lain. Tanyakan pada boss mengenai kekurangan Anda sehingga tidak dipromosikan. Jangan minta boss untuk mengubah kriteria pengambilan keputusan, tetapi pahami kriterianya, dan refleksikan pada diri sendiri, kriteria apa yang belum Anda penuhi.

Akhirnya, ketika promosi tak juga Anda raih, ada dua pilihan, pindah kerja, atau coba baca nasehat berikut:
“Kami tidak sempurna (tidak berhasil promosi) bagi yang membandingkan ketubuhan kami dengan ketubuhan mereka (yang kariernya melejit), tetapi kami bertubuh sempurna dalam keberadaan kami sendiri ...”[2]

[1] What Smart People Do When Dumb Things Happen at Work, Charles E. Watson
[2] Dikutip dari Rumah kehidupan Penuh Keberuntungan, tulisan Gede Prama. Gede Prama sendiri mengutip dari novelnya Seno Gumira, Biola Tak Berdawai. Kalimat dalam kurung saya tambahkan untuk menyesuaikan dengan konteks bahasan di tulisan ini, tentang promosi. Aslinya, kalimat tersebut untuk menceritakan pemahaman tentang anak-anak cacat. Mereka tidak sempurna bila dibandingkan manusia lain, tetapi mereka sempurna dengan keberadaannya. Dalam konteks tulisan ini, yang dimaksud sempurna adalah melakukan pekerjaan dengan sepenuh hati.

1 comment:

Syahrial Hidayat said...

Ikutan sharing ya, pak...

Kalau angin bisa mempengaruhi arah kapal, maka air bisa memaksa arah kapal….

Contohlah air, tidak pernah menyerang namun selalu menang.
Bila bertemu dengan batu, air akan berbelok untuk kemudian mengikis batu sedikit demi sedikit hingga hancur.

Air bersifat mengalah, namun selalu tidak pernah menyerah.
Air bisa mematikan api, namun kalau merasa kiranya akan dikalahkan, ia akan mengalah untuk menjadi udara dan kembali mengembun di saat api mulai padam.

Dengan sikap rendah hati, air menciptakan jalan walaupun penuh aral. Karena air sadar ia harus bisa memahami lingkungannya walaupun ia harus masuk ke dalam tanah atau menjadi mendung sekalipun.

Apapun yang dilakukannya hanyalah untuk mencapai lautan sebagai tujuan akhirnya.