Monday, September 30, 2013

Tentang Waktu


Seandainya bisa memilih, mungkin kita tak ingin menjadi manusia, yang selalu bertanya-tanya apa dan mengapa ada kehidupan. Seandainya bisa memilih, mungkin kita tak ingin menjadi manusia, yang selalu dalam kecemasan, kapan Dia akan datang memanggil. Tapi, begitulah, memang lebih mudah bila tak perlu bertanya apa dan mengapa, membiarkannya mengalir dan menikmati saja setiap detik yang lalu. Bila seperti itu, denting dawai mungkin terasa lebih indah. Memang selalu "mungkin" karena kita  tak pernah bisa memastikan. Dan, terlebih lagi, kita tak bisa memilih. Alangkah nyaman bila kita bisa memilih puncak gunungnya saja tanpa harus merasakan kedalam jurang, seperti memilih panenannya saja tanpa harus memilih keluar keringat.
Seorang guru pernah memberi nasehat, peluklah semuanya. Peluklah setiap senyum yang kau miliki dan peluk pula setiap tetesan air mata yang mengalir. Itulah dunia. Kalau engkau hanya memeluk kehidupan, maka engkau akan takut pada kematian. Tapi, apakah semudah itu, seperti ditulis sang guru dan sering disampaikannya dalam ceramah radio?  Mungkin mudah, bila itu hanya memeluk siang dan malam Siang engkau peluk dengan karyamu, dan malam engkau peluk dengan renunganmu. Saat memeluk siang, engkaupun mendamba malam, ingin tetirah. Saat memeluk malam, engkau mendamba siang, ingin berkarya. Tapi, saat sehat, apakah engkau merindukan sakit? Ah, tentu saja tidak. Tapi, bagaimana kita bisa memeluk kebahagiaan saat sehat tersebut bila kita tak merasakan sakit? Pastilah, tanpa sakit, sehat hanyalah hal yang biasa-biasa saja, yang mungkin kita abaikan adanya.

Tapi, apakah kita bisa memeluk waktu? Belum jelas juga rasanya bagiku untuk memahami waktu. Dia mengalir, tak terbendung. Kita bisa membuat sekat-sekat sementara untuk penanda. Sekedar nama detik, menit, jam, hari,  minggu, bulan, dan tahun, tapi, apa yang kita beri tanda? Lihatlah penanda yang kita buat itu, meskipun namanya sama, tapi tak ada yang berulang. Bahkan denting pianopun tak pernah berulang. Aku yang sekarang menulis ini, pasti bukan aku yang akan membacanya nanti setelah selesai. Tak akan pernah sama. Kitapun tak punya pilihan selain mengikuti saja kehendak waktu.

Waktupun memiliki  rahasianya sendiri. Cobalah renungkan pernjalanan hidup ini. Ruang hidup kita, benda-benda di dalamnya serta makhluk hidup lain yang ada di sekitarnya, termasuk ruang waktu yang di sepanjang hidup ini, rasanya lebih sering menyisakan kecewa dalam diri kita. Lihatlah, berapa banyak orang yang kita keluhkan dibandingkan dengan orang yang kita banggakan? Berapa banyak gagal yang kita rasakan dibandingkan sukses yang datang? Tapi, ada sebuah keajaiban yang diciptakan Dia, cobalah mengingat masa lalu, engkau hanya akan mengingat tak lebih dari sepuluh  peristiwa sedih dan sebaliknya, akan ada banyak hal yang membuatmu tersenyum. Bahkan engkau akan tersenyum saat mengenang hal-hal yang buruk sekalipun. Hanya waktu yang bisa memberikan rasa seperti itu.

Ternyata waktu adalah satu-satunya yang tak memiliki  dualitas di dunia ini. Mungkin engkau akan membantahnya, waktu memiliki dualitasnya juga, ada waktu yang lama, ada yang singkat, begitu. Tapi, siapakah yang bisa mengatakan singkat dan lama itu? Karena, dalam diri kitapun, sesuatu yang singkat akan terasa lama, dan sesuatu yang lama bisa jadi terasa singkat. Terlebih lagi,  waktu tak pernah membelah-belah dirinya menjadi singkat dan lama, manusialah yang mencoba membuat aturan tentang detik dan menit serta bulan dan tahun. Tidak seperti hari yang membagi dirinya mejadi siang dan malam, tidak juga serupa cahaya yang membagi diri dengan gelap dan terang. Waktu tak mengenal dualitas itu. Dan kitab sucipun bertutur tentang waktu, bukan tentang panjang atau lebar.Waktu yang akan membuat kita merasakan kesedihan, waktu yang membuat kita tak pernah paham apa yang akan terjadi, dan waktu pula yang selalu memberi kita rasa bahagia saat mengenang yang telah lalu.

Memang kita tak pernah paham, mengapa ada ulang tahun, mengapa ada tubuh yang berkembang dari ringkih menjadi kuat dan kembali ringkih. Kitapun tak pernah paham mengapa ada kehidupan dan kenapa kehidupan berakhir. Tapi, setidaknya kita memahami, apa yang dilakukan orang bijak cerdik cendikia di masa lalu, yang ingin berbuat baik dan mencoba memilah-milah waktu dalam satuannya. Karena itulah kita bisa mengingat ulang tahun, mengingat masa-masa lalu dalam periodisasi tertentu.

Dan, peluklah waktu, bersama kebaikan, karena, dalam  waktu, kita semua ini hanyalah makhluk tak bermakna kecuali kita selalu memeluknya dalam kebaikan.  Demi Waktu.......

1 comment:

Unknown said...

Tentang waktu yg tidak mengenail dualitas dan hanya dapat:
1) Dijalani tidak dapat memilih
2) Dipahami dengan merasakan yang baik sekaligus yg buruk