Thursday, June 21, 2007

Regenerasi

Ada yang menggelitik ketika salah satu produk rokok diiklankan dengan tema Yang Muda Yang Tidak Dipercaya. Ketika seseorang yang masih dianggap junior dalam perusahaan dipaksa untuk menggunakan pakaian seorang senior, sekalipun pakaian itu tidak pas, bukankah di situ telah terjadi pemerkosaan hak-hak untuk berpikir dan berkreasi?

Kepercayaan adalah stimulator untuk berkreasi. Tak ada kreasi ketika seseorang tidak dipercaya. Ketika salah satu dari dua orang yang berinteraksi memaksakan kehendaknya, maka itu tak ubahnya dengan tak ada interaksi. Hasil dari proses ini hanyalah ide tunggal dari satu pihak. Tetapi ketika setiap orang membuka diri untuk menerima orang lain dengan pakaiannya masing-masing, maka interaksi yang seperti ini akan menghasilkan ide dengan berbagai warna.
Seperti juga ketika kita menutup diri terhadap interaksi dunia luar, maka kita menjadi serupa dengan katak, yang hanya tahu luasan tempat tinggalnya. Si Katak tak pernah tahu bahwa ada binatang lain di seberang jalan yang besarnya setara dengan seribu katak.

Kekerdilan akan melahirkan kekerdilan, kecuali si kerdil meluaskan pikirannya. Seperti kita selalu berpikir tentang keberadaan empat orang ketika membaca atau mendengar kalimat “dua orang ayah dengan dua orang anaknya.” Dengan pikiran yang sempit ketika bicara dua ditambah dengan dua, maka hasilnya haruslah empat. Pikiran sempit ini ditanamkan oleh lingkungan sejak kecil dan mengendap di benak kita, tanpa sadar membentuk kekerdilan berpikir. Pernahkah terlintas oleh kita bahwa dua orang ayah dengan dua orang anak bisa jadi hanya terdiri dari tiga orang, yaitu kakek, bapak, dan anak?
Kekerdilan berpikir muncul ketika kita sebagai orang yang merasa lebih tua memaksakan pemikiran kita kepada orang lain yang kita anggap lebih muda. Senioritas seringkali memunculkan kesombongan, seolah hanya kita yang senior yang benar. Seseorang tak akan mampu menjadi pemimpin yang baik bila tidak pernah dipercaya untuk memimpin.

Iklan tadi boleh jadi merupakan sindiran bagi kita, yang sering kali menggunakan norma-norma dan ukuran kita untuk menilai orang lain. Mengatakan sesuatu sebagai benar atau salah dengan ukuran yang tidak baku seperti selera. Lagu yang tidak sesuai dengan selera dikatakan salah atau jelek. Staf yang mengetik sambil mendengar musik dianggap tidak bekerja dengan benar tanpa melihat hasil kerjanya. Staf yang berpikir dengan cara berbeda dianggap tidak dewasa tanpa melihat bagaimana staf ini menyelesaikan tugas-tugasnya.

Tugas seorang pemimpin adalah menyiapkan pengganti. Masalahnya adalah bukan pada sudah siapkah pengganti kita, tetapi, sudah siapkah kita untuk digantikan. Pikiran yang sempit selalu mengatakan bahwa pengganti kita belum siap, tetapi kita sering lupa dengan pertanyaan apakah kita sudah siap untuk digantikan.

No comments: