Friday, October 31, 2008

CSR

Komunitas Yogya Semesta kembali berdiskusi. Yang diangkat kali ini adalah peran CSR (Corporate Sosial Responsibility) dalam kaitannya dengan pengembangan industri kreatif di Yogyakarta. Semula agak sulit untuk memahami tema diskusi budaya dan peran CSR untuk pengembangan industri kreatif, meskipun berkali-kali dijelaskan oleh host, bahwa budaya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan mencari nafkah adalah bagian dari budaya. Dengan definisi budaya seperti ini, memang tak ada sisi kehidupan yang tidak dapat dikaitkan dengan budaya. Tapi terlepas dari pemahaman itu sendiri, tema diskusi sebenarnya menarik. Dan menjadi lebih menarik, ketika salah satu pembicara merupakan direktur utama sebuah bank milik pemerintah daerah, dimintai tanggapannya mengenai peran perusahaan untuk mengembangkan industri kreatif.
Dr Supriyatno, MBA, Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah Prop. DIY, menyampaikan bahwa bank tidak mungkin lepas dari CSR, karena CSR itu sendiri melingkupi semua organisasi bisnis. Pernyataan ini menjadi menarik, bila kita lihat fenomena krisis ekonomi yang berawal dari keserakahan manusia.
Pada tulisan ini saya ingin menggaris bawahi pandangan Dr Supriyatno tersebut. Saya ingin menjelaskannya dengan lebih sederhana melalui kasus susu bermelamin. Produk susu ini jelas sekali tidak dapat diterima. Pabrik susu telah mengabaikan masyarakat (bukan hanya konsumen) tapi satu generasi umat manusia. Bayangkan seandainya peredaran susu tidak terkendali seberapa banyak anak manusia yang tak terselamatkan dari bencana? Bukankah itu sama dengan pemusnahan suatu generasi? Meskipun mungkin perusahaan penghasil susu ini memberikan sumbangan yang luar biasa bagi masyarakat lewat bantuan sosialnya, tidak berarti perusahaan itu telah melaksanakan perannya sebagai perusahaan yang bertanggung jawab kepada lingkungannya.
CSR bukan sekedar berbaik hati membagi-bagikan modal dan membangun saluran air bersih di sebuah desa. CSR tidak dapat diartikan sekedar memberikan beasiswa kepada mahasiswa berprestasi. CSR adalah jiwa dari sebuah bisnis. Karenanya, setiap keputusan, entah itu keputusan strategis, proses bisnis, maupun putusan apapun harus dilandasi dengan pertanyaan, apakah keputusan ini akan memberi manfaat bagi umat manusia, atau sebaliknya menjadikan kehidupan yang lebih kelam. Transaksi short selling di pasar uang yang sekedar mengambil keuntungan (tanpai adanya nilai tambah yang bisa dinikmati konsumen) bukanlah cermin dari kebijakan yang berlandaskan CSR. Penggelembungan harga saham yang tidak didukung dengan aset yang nyata meskipun hasil dari mekanisme pasar adalah contoh diabaikannya CSR dalam perusahaan. Pembuatan produk berbahaya seperti susu dengan melamin atau mainan anak yang mengandung bahan pewarna berbahaya adalah contoh lain lagi dari diabaikannya CSR. Di bidang perbankan, pemberian kredit yang tidak hati-hati dan hanya menuruti keinginan nasabah yang kadang kala tanpa perhitungan matang dapat menjadikan kredit tersebut macet. Ketidak hati-hatian ini juga merupakan contoh pengabaian CSR. Nasabah kredit mengalami kerugian karena salah perhitungan yang dapat berdampak dengan berhentinya kegiatan usaha atau bahkan kehilangan rumah tinggal yang dipakai sebagai agunan. Di sisi yang lain nasabah penabung dirugikan karena bila bank sampai mengalami kesulitan likuiditas, mereka akan sulit menarik kembali depositnya.
CSR pada akhirnya akan membentuk masyarakat madani. Karenanya tanggung jawab CSR bukan hanya di perusahaan, tetapi di masyarakat itu sendiri. Perusahaan hanyalah bagian kecil dari suatu sistem yang akan mengantarkan manusia menuju peradaban baru, yaitu peradaban tanggung jawab sosial. Setiap kita akan menjadi pelaku aktif.
Menurut saya, inilah konteks yang paling tepat, manakala kita membicarakan CSR dan kebudayaan. Entah itu untuk industri kreatif maupun industri apapun juga. CSR menuju masyarakat madani sebagai sebuah budaya baru.

1 comment:

Anonymous said...

Halo Bung Didit alias Kwartono...
Apo kabar?
Masih ingat aku dak?
Oi kitoni pernah sebangku di SMAN2...

Salam
Faisol (faisol_effendi@yahoo.com)