Tadi malam mendung tipis, mungkin bukan mendung, hanya sekedar kabut yang agak tebal. Menyelimuti sawah-sawah. Menutupi cahaya bintang. Tapi, ada rembulan yang mencoba bertahan. Mungkin ingin memberikan sedikit kecerahan kepada manusia yang hari-hari belakangan ini kehidupannya semakin susah. Cahaya kuningnya memudar pucat, tapi masih mampu menembus tirai kabut itu. Dia seperti malu-malu untuk menampakkan dirinya sendiri.
Mungkinkah Bulan malu untuk menampakkan diri? Bukankah dia bersama bintang kemilau selalu menjadikan sumber cahaya dan petunjuk arah dalam kegelapan?
Bulan memang terkadang aneh. Pernah suatu pagi yang cerah, dia bertahan tak mau hengkang, padahal matahari sudah datang. Seolah dia hendak menantang matahari.
”Oh.. itu bukan bulan yang tahu diri,” bisikku dalam hati. Bukankah Bulan selalu hadir sebagai bayangan matahari, karena sesungguhnya kuningmu itu hanyalah milik matahari semata? Tapi Bulan kadang memang keterlaluan. Pernah suatu ketika dia mengelabui anak-anak kecil dengan logika aneh yang dibuat jungkir balik, tetapi banyak yang mempercayainya. Mungkin itu karena keindahan yang selalu ditampilkan Bulan – yang selalu membius para penikmatnya.
Begini. Suatu ketika Bulan bertanya pada sekumpulan anak-anak yang sedang bermain di halaman rumput mereka
”Hai.. selamat pagi anak-anak, pagi ini aku punya pertanyaan untuk kalian,” sapa Rembulan (nama lengkapnya Bulan).
”Seellaammaaaattt Paaaaggiiiiii Bulannnnn...., pertanyaan apakah itu?” teriak anak-anak sambil kegirangan. Anak-anak memang tak pernah sedih.
”Tahukah kalian, manakah yang lebih bermanfaat, Matahari atau dirikukah?” tanya Bulan.
Anak-anak tak mampu menjawab, sebaliknya mereka terpesona pada kemilau kuning Bulan.
Melihat hal tersebut, Bulan dengan lantang (dan ehm.. tentu saja sedikit kesombongan – jangan terlalu ditampakkan, agar tetap nampak mempesona), berkata
”Siapakah yang datang ketika kalian menghadapi gelap?”
”Siapakah yang hadir ketika bintang tak cukup menerangi kalian?”
”Siapakah yang selalu diminta hadir untuk menemani tidur kalian yang lelap di malam gelap?”[1]
”Apakah kalian tidak melihat, aku selalu datang di malam hari saat kegelapan hadir, sedangkan matahari hadir ketika siang saat terang?”
Bulan memang aneh, dia akan membius anak-anak dengan logika anehnya , dan membius orang dewasa dengan sihir indahnya. Bahkan, seorang penyair pernah menuliskan lagu
Juwita malam, siapakah gerangan tuan
Juwita malam, dari bulankah tuan[2]
Malam ini bulan itu muncul dengan malu-malu, dari balik kabut tipis. Seperti selapis sutera menjadi cadar juwita malam. Sungguh mempesona. Dan, manusiapun seperti terbius, kehilangan nalar pikiran, kehilangan akal budi, kehilangan jati dirinya, kecuali mereka yang memandanginya dengan hati yang bersih, dan memikirkan sumber cahaya yang sesungguhnya. Mereka yang benar-benar memahami bahasa rembulan, yang sering berteka-teki dan menyesatkan hati yang tak bersih.
[1] Ambilkan Bulan, sebuah lagu anak-anak
[2] Juwita Malam, Ismail Marzuki
1 comment:
Udah lama ga' mampir....
Ada juga logika aneh lain tentang Bulan.
David Gilmour - Pink Floyd said,
"There's no dark side of the moon, they're all dark anyway"
Post a Comment