Seberapa Syariah?
Bagian pertama tulisan saya menjelaskan tentang model perbankan syariah. Pada bagian ini saya ingin menguraikan tentang kesyariahan-nya perbankan syariah. Mengapa? Karena banyak yang ragu dengan model ini, dan pesimis bahwa perbankan syariah tak beda dengan perbankan konvensional, kecuali baju luarnya yang berwarna hijau. Pendapat seperti itu tidak sepenuhnya salah, karena minimnya informasi proses bisnis dalam bank syairiah. Mari kita pahami dengan contoh sederhana berikut:
Seorang non muslim ingin membuka rumah makan. Karena tinggal di Indonesia, dan segmen pasar yang besar adalah kaum muslim, maka, si pengusaha ini berniat membuat rumah makan yang tunduk pada tata cara makanan muslim. Bolehkan non muslim membuka rumah makan dengan sajian makanan yang memenuhi persyaratan makanan muslim? Tentu saja boleh. Bahkan Nabi Muhammad pun berniaga dengan kaum yahudi.
Untuk menjamin restoran tadi menjual makanan yang halal, si pengusahan merekrut beberapa tenaga muslim yang fasih dalam menjamin makanan yang halal. Tenaga-tenaga ini menyusun sistem dan prosedur mulai dari pemiih bahan baku, penyiapan sebelum dimasak, sampai bagaimana makanan disajikan. Di dalam sistem dan prosedur itu, termasuk bagaimana cara menyembelih ayam atau menentukan pemasok daging ayam yang dipotong sesuai tata cara muslim.
Ayam goreng, sate ayam, steak dan semua yang disajikan restoran tersebut sama lezatnya dan mungkin sama gosongnya dengan penyajian di restoran lain. Kompor, wajar, pemanggang, gelas, piring yang digunakanpun sama. Cara memasaknyapun sama. Tak ada prosedur yang berbeda, kecuali pada niat [akad] saat penyiapan bahan. Restoran yang berani mempromosikan dagangannya sebagai “tunduk” pada syariah Islam tersebut memotong atau memilih daging yang dipotong dengan niat dan atas nama Allah, sedangkan restoran yang lain, tidak berpikir sampai di situ. Pemilik restoran yang lain mungkin berasumsi, dengan membeli daging atau ayam potong di pasaran, pasti sudah dipotong dengan cara yang benar menurut agama Islam, karena tinggal di negara dengan mayoritas muslim.
Begitu juga dengan perbankan syariah. Ini adalah lembaga keuangan dengan motif mencari laba. Sistem komputer di dalamnya sama, alat-alat yang dipakai sama. Akutansi dan pencatatannya sama dengan perbankan konvensional. Model matematika untuk penghitungan sama. Orang-orangnya sama berjualan. Yang membedakan adalah niat [akad] di dalamnya. Perbankan syariah tidak mengenal konsep bunga, yang ada adalah margin. Perbankan tidak mengenal pemberian kredit, yang ada adalah pembiayaan [project sharing] dan jual beli [ini yang paling banyak]. Bukan jual beli uang, tetapi jual beli barang yang diperlukan oleh konsumen.
Bila kita ingin membeli mobil seharga 200 juta dan hanya memiliki yang 50 juta, di perbankan konvensional kita meminjam yang 150 juta dan dikenakan bunga tertentu. Di perbankan syariah, mobil itu dibeli oleh bank, kemudian dijual kepada nasabah dengan margin tertentu.
Lantas, bagaimana dengan margin yang seringkali disetarakan dengan tingkat bunga? Itu hanya sebuah proses matematika dalam akuntansi. Perbankan harus memisahkan catatan Harga Pokok Pembelian dengan margin. Dengan sedikit pembeli dan jangka waktu yang singkat tanpa banyak variasi, mudah saja bagi kita untuk mencatat margin dalam bentuk absolut, tetapi, bila menyangkut ribuah nasabah dan variasi jangka waktu yang bermacam-macam, mencantumkan margin dalam bentuk persentase hanyalah sebuah model perhitungan.
Siapakah yang menjamin bahwa bank syariah tunduk kepada hukum Islam? Dalam tahap awalnya, untuk menjamin ini, sistem dan prosedur yang akan diberlakukan harus diuji lebih dulu oleh Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia. Pada tataran operasional selanjutnya, sebagaimana rumah makan dalam contoh di atas, harus ada Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini beranggotakan orang-orang sangat paham pengetahuan agama terutama untuk muamalah. Keanggotaan Dewan Pengawas Syariah memiliki persyaratan kompetensi tertentu dan harus memperoleh persetujuan Majelis Ulama Indonesia. Tugas utama DPS ini adalah menjamin bahwa seluruh sitem dan prosedur serta produk yang ditawarkan oleh bank tunduk kepada aturan hukum Islam.
Namun demikian, sekali lagi, perbankan syariah bukanlah kegiatan dakwah. Perbankan syariah adalah sistem perbankan yang “tunduk” pada sistem ekonomi Islam. Siapapun yang cocok dan nyaman dengan sistem tersebut, boleh memanfaatkannya.
Sekarang, tak perlu ragu kan..
No comments:
Post a Comment