Monday, July 16, 2007

Gelas Yang Kosong

Manakah yang memberikan manfaat, gelas yang masih kosong, atau gelas yang telah berisi penuh?
Manakala kita bicara tentang manfaat sebuah gelas, sebagai tempat air sebelum diminum, maka kita tak akan dapat menggunakan gelas yang telah terisi penuh. Bis kota yang telah penuh sesak dengan penumpang tidak memberikan manfaat bagi calon penumpang yang antri di halte. Kereta api yang telah penuh sesak tidak memberikan manfaat bagi calon penumpang. Komputer yang memorinya telah penuh tak lagi dapat digunakan untuk menyimpan data.
Demikianlah, sesuatu yang kosong memberikan manfaat untuk digunakan. Ketika kita masuk ke ruang kerja di pagi haru, maka akan terasa lebih nyaman bila pikiran kita serupa dengan gelas yang masih kosong, yang siap untuk diisi dengan minuman apa saja, sesuai dengan kebutuhan hari itu. Bila kita masuk ruang kerja dengan pikiran yang penuh – katakanlah kecurigaan terhadap rekan-rekan kerja, maka dunia kerja hari itu akan sangat tidak nyaman. Otak kita akan segera lelah, karena kita harus menjejalkan berbagai hal ke dalam otak yang telah penuh. Apalagi bila otak telah dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif, seperti buruk sangka, ketakutan, atau amarah. Pikiran negatif seperti tembok keras yang tak dapat disingkirkan.

Tetapi, kekosongan yang bagaimana yang bermanfaat? Kekosongan berbeda dengan ketiadaan. Adanya gelas yang kosong, berbeda dengan tak ada gelas. Tak ada gelas, berarti tak ada yang bisa dimanfaatkan. Pikiran yang kosong bukan berarti kita tidak memiliki kerangka berpikir. Pikiran yang kosong adalah sebuah langkah awal untuk memecahkan suatu masalah atau mengambil suatu keputusan. Pikiran yang kosong ini memungkinkan kita untuk mendengarkan orang lain, melihat dengan berbagai sudut pandang, dan merumuskan berbagai alternatif yang mungkin untuk memecahkan masalah. Pikiran yang kosong tidak berarti kita menjadi manusia yang hanya mengatakan “ya” kepada setiap manusia lain. Bukan pula berarti kita dapat dibentuk menjadi apa saja oleh orang lain. Pikiran yang kosong adalah kemauan kita untuk diisi berbagai pendapat, dan menetapkan suatu pandangan kita sendiri sesuai dengan idealisme kita. Seperti juga gelas yang kosong, dia bermanfaat untuk diisi air minum, tetapi air yang dituangkan ke dalamnya akan terbentuk serupa dengan gelas, bukan gelasnya yang menyesuaikan diri dengan keinginan air.

Thursday, July 12, 2007

Menuju Puncak Karir dan Kehormatan

Siapakah yang tidak ingin karirnya melejit serupa bintang? Anak-anak baru yang memiliki perfromance bagus, biasanya akan segera didekati oleh para penyelian dan manajer, untuk dilihat apakah memiliki potensi dikembangkan lebih lanjut. Mereka akan mendapat tugas-tugas khusus yang di luar pekerjaan utamanya. Bahkan mungkin tugas yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Kelompok ini akan disebut calon bintang. Para penyelia dan manajer menengah yang kelihatan cemerlang akan diamati satu persatu oleh eksekutif. Terkadang diberi tugas yang nampaknya mustahil diselesaikan. Mereka diarahkan untuk menjadi pejabat-pejabat eksekutif. Kelompok penyelia dan manajer menengah yang cemerlang ini dinamakan "the rising star".
Situasi ini menyebabkan kelompok rising star berlomba-lomba untuk memoles wajah, menampakkan kecemerlangan, dan menyembunyikan setiap kerut kecil di wajah yang pasti ada (karena manusia sungguh amat sangat sempurna). Kerut kecil dan jerawat tentu saja (dalam anggapan kelompok ini) akan mengganggu penampilan, menyebabkan sinar tidak terpantulkan dengan baik sehingga mereka tak nampak cemerlang.
Salahkah? Tentu saja tidak. Setiap orang berhak untuk menyajikan yang terbaik menurut mereka dan menyembunyikan yang jelek. Bukankah kita semua berlaku demikian? Lihatlah iklan-iklan yang kita buat untuk perusahaan kita (kecuali iklan rokok - yang dengan jujur mengatakan bahaya merokok, meskipun regulasi yang mengaturnya memang mengharuskan demikian).
Tak ada yang salah, ketika staf ingin menunjukkan pada atasannya bahwa dia pegawai terbaik dan pantas untuk promosi lebih lanjut. Tak ada yang salah, ketika staf mencoba menjalin jaringan emosional dengan teman-teman untuk mendukung penampilannya.
Tetapi, ketika hubungan-hubungan emosional ini digunakan sebagai kosmetik untuk menunjang performance, ketika hubungan-hubungan tersebut dimanfaatkan untuk batu loncatan, atau ketika seseorang menonjolkan kelemahan orang lain bukan menunjukkan kelebihan dirinya (yang mungkin hanya biasa-biasa saja), maka kita memasuki wilayah etika. Etika tidak bicara benar dan salah. Etika bicara tentang kepatutan perbuatan.
Etika kekawanan berbicara tentang perbuatan yang pantas dan tidak pantas kita lakukan pada orang-orang di sekitar kita. Tidak ada yang melarang orang untuk memanfaatkan teman untuk mendorong karir. Tetapi etiskah bila kekawanan hanya ditujukan untuk itu? Etiskah bila hubungan kekawanan segera beralih manakala kepentingan pribadi sudah tak terpenuhi lagi?
Puncak karir adalah kehormatan. Tetapi menjadi orang terhormat adalah sesuatu yang berbeda.