Wednesday, February 06, 2008

Musim Berlalu

Saya belum pernah membaca pemaknaan yang diberikan oleh pendukung lagu (Badai Band) maupun aktris (Christine Hakim – salah satunya) yang terlibat dalam film Badai Pasti Berlalu (1977). Ada sebuah lagu yang sangat menarik, bahkan sampai saat ini.

Musim berlalu, Resah kunanti
matahari pagi, bersinar gelisah. Kini
semua bukan milikku
Musim itu telah berlalu
Matahari segera berganti

Sebenarnya kapan kita pernah memiliki? Memiliki adalah rasa subyektif yang berasal dari dalam diri kita. Setiap ada rasa memiliki, maka kita meminta penegasan dari pihak lain tentang kepemilikan itu. Apabila kepemilikan itu berupa tanah, penegasan kita peroleh dari sebuah lembaga pemerintah bernama Badan Pertanahan Nasional. Untuk barang-barang lain, legitimasi kepemilikan diwujudkan dalam sebentuk kwitansi pembelian. Apabila kepemilikan tersebut menyangkut manusia, secara formal penegasan diberikan dalam bentuk “buku nikah” atau akta perkawinan. Secara non formal, kepemilikan atas manusia lain ditegaskan dari pernyataan orang yang kita merasa memilikinya. (Ah, rumit sekali pemabahasan untuk ini).
Artinya, kepemilikan yang kita akui sebenarnya hanyalah pemaknaan yang subyektif, dan di dalam subyektivitas itu selalu memunculkan keraguan.
Ketika musim berlalu, ketika kita tidak lagi menjadi pemilik dari "pusat grafitasi bumi", ketika kita tak lagi menjadi pemilik matahari atau bintang-bintang, ketika predikat the raising star bukan lagi menjadi milik kita, kita menjadi gelisah. Dan setiap kegelisahan menimbulkan pertanyaan, sampai kapankah aku harus menanti ?