Friday, August 29, 2008

Di negeri ini, penduduk harus diyakinkan .....

Di negara ini, seorang pemimpin tidak boleh nampak salah, apalagi disalahkan oleh masyarakatnya. Karenanya seribu ilusi disajikan mengenai keberhasilan dan kemilau emas gedung pencakar langit serta ukuran pendapatan percapita. Di negara ini, pemimpin tak boleh salah, karenanya lihatlah di kota-kota besar, harus tersedia pangan yang cukup dengan gerai mewah dan harga yang bahkan dalam khayalan seorang anak dari kelompok yang tersisihkan, tak pernah terbayangkan.
Di negara ini, masyarakat hidup tentram, pangan tersedia cukup, ekonomi pasar bebas menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Lihatlah, apa yang kau cari? Gucci, Prada, Ferari? Semua ada. Bahkan pernah seorang anak bangsa ini memiliki saham di perusahaan mobil mewah di negeri seberang benua.
Lihatlah kota besar di negera yang sentosa dan makmur ini, mobil mewah akan bersimpangan di jalan, mungkin lebih banyak dari pada di negara tempat asalnya sendiri. Bukankah ini bangsa yang makmur? Karenanya, kekuasaan harus stabil. Tak boleh ada pihak yang meragukan pemimpin dan kepemimpinan di negeri ini
Bangsa ini akan memberontak terhadap kekuasaan ketika penguasa melakukan kesalahan – artinya penguasa telah lemah. Siapa yang mau dipimpin oleh orang yang lemah?
Di negara ini penguasa tak boleh salah, karena dalam dongeng sejarahpun dituturkan bahwa Syeh Siti Jenar harus nampak salah, dan untuk itu, para pemimpin agama di kerajaan Demak berihtiar mengganti mayatnya dengan seekor bangkai binatang.
“Tak ada yang bisa dilakukan, kalau Jenar tidak dihukum mati dan dipersalahkan atas ajaran yang sesat, maka ketentraman masyarakat akan terganggu.
Demi stabilitas dan ketentraman rakyat, pemimpin harus benar, sekalipun itu mungkin harus dengan membuat sebuah kebohongan baru.

Wednesday, August 27, 2008

Waktu

Apakah waktu itu nyata, ataukah waktu hanya sekedar ruang imajiner yang diciptakan manusia? Apakah ruang itu ada? Ataukah ruang hanyalah sebuah imaji manusia tentang tempat keberadaannya? Ataukah waktu adalah dimensi dari ruang yang selalu berubah, tetapi kita tidak mampu memahaminya?
Manusia, mungkin karena belum cukup mampu untuk menyatakan sebuah waktu (menjadikan waktu sebagai sesuatu yang nyata), akhirnya memilih jalan yang sangat sederhana. Dibuatlah satuan-satuan berdasarkan putaran bumi mengelilingi matahari dan putaran bumi terhadap porosnya. Kemudian manusia mendefinisikan hari untuk setiap putaran bumi atas porosnya, dan tahun atas tiap putaran bumi terhadap matahari. Apakah sesungguhnya waktu? Kecuali suatu yang berubah dan tak dapat dikembalikan kembali. Aku yang detik ini menulis, bukan aku yang detik tadi memulai tulisan ini. Ada yang berubah. Secara fisik ada sel-sel yang rusal dan sel-sel tumbuh baru. Pikiranpun berubah. Karena itulah, mungkin saja waktu adalah sekedar suatu imaji tentang perubahan, yang tak mampu ditelaah oleh akal pikiran manusia karena manusia hanya mampu melihat alam dalam wujud fisik.
Waktu ini, aku telah mengalami perubahan dari ketidaksadaran, menjadi aku yg sekarang termasuk di dalamnya mengalami 43 kali putaran bumi mengelilingi matahari. Waktu ini, bangsa Indonesia telah mengalami perubahan dari ketiadaan menjadi sebuah imaji tentang suatu negara.
Maka, karena waktu pula, maka sesungguhnya aku tak akan pernah mendengar bunyi dawai yang sama, karena bunyi biola yang kemarin tentu berbeda dengan bunyi biola yang hari ini. Tak akan ada yang pernah sama.

Tuesday, August 12, 2008

Hari Ini Kita Merdeka

Hari ini kita merdeka, demikianlah telah diucapkan berkali-kali dalam desah nafas tertahan maupun teriakan lantang, yang dalam buku sejarah dituliskan sebagai hasil perjuangan yang berdarah-darah dan mengorbankan semua yang dimiliki.
Hari ini kita menghitung, itu telah lalu begitu saja dalam hitungan detak waktu dan enam puluh tiga putaran bumi mengelilingi matahari. Kemarin aku baca di sebuah koran lusuh bekas bungkus nasi untuk makan siangku, berita tentang atap gedung sekolah yang ambruk dan sebuah pernikahan senilai miliaran rupiah.
Hari ini kita merdeka, demikian diucapkan orang-orang sambil berlari, seolah mewartakan bait suci dari mantra-mantra tentang kehidupan yang lebih baik. Tetapi, kemarin aku membaca kisah tentang orang-orang terhormat yang mengambil makanan dari piring orang lain.
Hari ini kita merdeka, hm.... tak beda dengan sebuah slogan iklan rokok. Di hisap, untuk dibuang, dan menyisakan cerita derita..