Friday, November 23, 2007

Promosi


Sekali lagi tentang promosi. Sebenarnya apakah yang dicari kebanyakan kita dalam bekerja? Karir yang meningkat, penghasilan yang layak, dan tentu saja lingkungan kerja yang nyaman. Setiap orang memiliki preferensi yang berbeda terhadap tiga hal di atas. Beberapa orang lebih menyukai punya banyak teman dengan lingkungan kerja yang nyaman meskipun tidak berlimpah uang. Beberapa orang lagi menyukai uang yang melimpah meskipun kerja kurang nyaman. Tidak ada yang salah, karena ini menyangkut pilihan hidup.

Persoalan biasanya akan muncul justru ketika kita ingin mempromosikan seseorang. Ada orang yang lebih nyaman tidak dipromosikan. Apabila orang-orang yang memilih seperti ini adalah orang dengan kualitas yang standar, tentu saja tidak menjadi masalah bagi perusahaan. Tetapi ketika orang-orang yang memiliki kompetensi, kompatibilitas, dan potensi yang tinggi lebih memilih tidak promosi (karena sudah berada pada zona nyaman kemapanan), perusahaan akan dirugikan.

Persoalan lain yang labih pelik adalah adanya beberapa orang yang merasa sangat pantas untuk dipromosikan, padahal berdasarkan penilaian termasuk kelompok mereka yang kompetensinya biasa-biasa saja, kompatibilitas dan potensinya rendah. Kelompok ini seringkali menjadi destruktif dengan membuat gerakan-gerakan menghasut, menyebar isu-isu negatif, tentu saja mengancam keteraturan dalam perusahaan.

Menentukan siapa yang berhak promosi bukan pekerjaan sederhana. Dalam kondisi normal kita akan mengatakan, pilih saja mereka yang senior dan memenuhi persyaratan. Masalahnya, ketika para senior tidak memenuhi persyaratan potensi, komptabilitas, dan kompetensi, akankah suatu posisi jabatan dibiarkan kosong menunggu yang muda menjadi senior, ataukah biarkan yang muda meloncati yang tua? Bila mengacu pada buku teks manajemen, tentu saja tidak ada masalah dengan loncatan-loncatan dalam promosi. Tetapi, buku teks adalah dunia laboratorium. Dalam buku teks tidak akan ada orang yang berdemo, tidak ada surat kaleng. Tidak ada protes. Dalam dunia nyata, ketidak-puasan akan secara sadar atau tidak akan diwujudkan dalam protes, entah itu melalui penurunan etos kerja, surat kaleng, hasutan, pengelompokan pegawai yang tidak konstruktif, dan berbagai hal lain yang pasti membahayakan kelangsungan hidup perusahaan.

Pengambilan keputusan adalah hak prerogatif manajemen. Apakah manajemen akan menurunkan standar yang mungkin dapat berdampak pada makin tersisihnya perusahaan dalam peta bisnis persaingan, atau membiarkan jabatan kosong dengan konsekuensi terjadi ketidakadilan dalam pembebanan tugas dan produktifitas yang mungkin menurun (satu kapasitas harus menarik lebih dari satu beban), atau pilihan lain, mengakomodasi terjadinya loncatan-loncatan promosi dengan konsekuensi berbagai bentuk protes.

Apapun pilihan manajemen, tugas pejabata eksekutif adalah mengamankan putusan tersebut, bukan sebaliknya, terlibat dalam kelompok-kelompok pegawai yang tidak puas dan turut merusak stabilitas perusahaan.

Thursday, November 22, 2007

Memandang Dengan Hati




Keindahan, baik-buruk, bagus-jelek, tidak akan pernah menjadi realitas. Seorang anak umur menjelang 5 tahun memandang dengan caranya sendiri, dan jadilah gambar-gambar di atas. Baguskah gambar-gambar itu? Apakah makna sebuah foto sepatu yang harus parkir sebelum masuk ruang kelas? Apakah arti gambar sebuah sepeda yang diparkir di dalam rumah di depan pintu? Seorang anak memandang dengan caranya sendiri, dan karena kepolosan pikirannya, mungkin sekali dia mendapatkan realitas dalam gambar tersebut. Orang-orang dewasa memandang dengan racun-racun yang sudah mengendap dalam pikirannya, maka kita, yang mengaku sebagai manusia dewasa, tak pernah lagi memperoleh realitas.