Penonton
biasanya lebih pandai dari pemain. Tapi, mungkin kita lupa bahwa memandang foto yang sudah disajikan dalam
bingkai berbeda dengan fotografer memandang obyek foto. Kita memandang masalah
harga garam tentu berbeda dengan bagaimana pengelola negara ini memandangnya.
Mengapa? Pemandang foto hanya melihat foto itu dalam frame yang sendirian,
obyek-obyek lain dihilangkan. Mereka yang memandang harga lombok atau garam
sebagai masalah negara hanya melihat
yang ada di frame itu hanyalah garam, tak ada obyek lain. Tak bisa disalahkan memang, karena memang
seperti itulah yang nampak. Seperti anak yang protes karena uang sakunya
diturunkan, sang anak tidak melihat bahwa ada banyak hal lain dalam keluarga
yang harus dibiayai.
Seperti foto berikut, kita yang memandangnya hanya melihat
kuntum bunga, sedangkan fotografer yang membuatnya memandang kuntum yang sangat kecil dengan
diameter tak lebih dari satu sentimeter. Banyak semak belukar di sisinya juga
dedaunan kering dari pohon lain. Fotografer merasakan terpaan angin atau
mungkin sengatan panas matahari. Fotografer mendengar bunyi, bisa jadi suara
mendesis mungkin ular yang berbahaya.
Jadi, mari kita belajar memandang sesuatu dengan utuh
sebelum mengkritik. Bayangkanlah, kalau kita duduk sebagai pembuat kebijakan, seribu permasalahan yang
dihadapi. Sanggupkah kita? Bisakah kita membuat pilihan-pilihan yang semuanya
berdampak positif dan negatif? Saya mendukung pemerintahan yang mencoba berbuat
untuk negara kita, barangkali semacam upaya penyehatan. Kita memang prihatin
saat ini, tapi, ini adalah terapi untuk hidup yang lebih baik di masa
mendatang. Anak cucu kita.
No comments:
Post a Comment